BibitDurianBaworBanyumas - Instingnya terhadap
durian begitu kuat. Cukup melihat bijinya, ia tahu jenis durian itu.
Pengalamannya semasa kecil menemani sang ayah mencari durian hingga ke pelosok
desa membuat Sarno Ahmad Darsono terobsesi pada durian. Ia lalu
"menciptakan" pohon durian bhineka bawor, hasil okulasi 20 jenis
durian varietas lokal dan luar. "Begitu banyak jenis durian di negeri ini,
kenapa kita kalah dari Thaiand?" pikirnya.
Perenungan itu menantang Sarno, petani durian dari Desa Alasmalang, Kecamatan
Kemranjen, Kabupaten banyumas, Jawa Tengah, untuk mendapatkan kelebihan dan peningkatan
produktivitas durian.
Tahun 1996 ia berkeyakinan, pohon durian yang sebelumnya baru berbuah setelah berusia delapan tahun dapat dipersingkat menjadi empat tahun dengan okulasi.
Tetapi, ketika itu dia juga tak pernah berhenti berpikir, apakah okulasi adalah
cara yang paling tepat? Sementara itu, ingatannya selalu kembali pada masa
kecil, saat ia berjalan dari kebun satu ke kebun yang lain untuk mendapatkan
buah durian berkualitas baik.
Pada usia tujuh tahun, Sarno sudah mampu membedakan durian berdasarkan jenisnya. Dengan memegang dan menimbangnya, ia tahu durian yang ada di tangannya telah matang atau belum, berkulit tebal atau tipis.
Ketajaman penciuman
ikut membantu dia memilah durian yang puket (manis, berlemak, dan beralkohol)
atau bukan. Dalam ingatan, dia menyimpan koleksi durian apa saja yang
berkualitas baik. Sebut misalnya durian petruk, sunan, dan kuningmas.
Kepekaannya itu telah membantu sang ayah mengumpulkan durian, dan menjualnya di
pasar-pasar di Banyumas.
Namun, Sarno pun menyadari bahwa kepekaannya pada durian itu tak bisa menjawab pertanyaan yang selalu muncul di kepalanya, mengapa kita kalah dari Thailand? Ia lantas berusaha mendapatkan jawabnya, antara lain lewat buku-buku pertanian.
"Setelah
memperoleh bahan informasi yang cukup, saya yakin okulasi bisa meningkatkan
produktivitas durian," ucapnya.
Meskipun demikian, ia tak melakukan okulasi hanya pada dua pohon durian yang
berbeda jenis. Pada percobaan pertama, Sarno langsung mencoba mengokulasi pohon
durian montong oranye dengan 20 jenis durian lokal, seperti sunan, petruk,
otong, cinimang, kereng, kuningmas, oneng, bluwuk, dan kumbakarna.
Dalam percobaannya
itu, ia membagi pohon primer, sekunder, dan tersier. Pohon durian montong
oranye dijadikan pohon primer. Tubuh pohon itu dilukai pada beberapa bagian
untuk menempelkan 10 tunas pohon durian lokal berkualitas baik, seperti petruk,
kuningmas, dan kumbakarna, yang menjadi pohon sekunder.
Setelah berselang
tiga-empat bulan, okulasi pohon primer dengan sekunder mulai melekat. Sarno
lalu mencoba membuat okulasi lagi pada pohon-pohon sekunder, dengan melukai
pohon-pohon itu untuk menempelkan pohon durian lokal berkualitas sedang sebagai
pohon tersier. Banyaknya pohon durian yang digunakan untuk okulasi membuat
pohon primernya tumbuh menyerupai pohon bakau yang akarnya mencuat dari tanah.
Menurut Sarno, tingkatan pada okulasi itu berguna untuk menjamin ketersediaan
makanan yang lebih banyak untuk pohon primer. Adapun fungsi pohon sekunder
adalah memengaruhi kualitas buah yang dihasilkan pohon primer.
Empat tahun kemudian atau tepatnya akhir tahun 2000, pohon hasil percobaannya
sudah menghasilkan 30-40 buah durian montong oranye yang berbeda dari aslinya.
Kulitnya tipis, daging lebih tebal, warna daging buah lebih merah seperti
durian kuningmas, rasa lebih puket, dan beralkohol seperti durian petruk.
Ukurannya sebesar durian kumbakarna dengan berat bisa lebih dari 10 kilogram.
Itulah alasan saya
mengapa mencoba untuk menanam pohon ini di halaman ruamah. Semoga dari satu
bibit ini bisa sedikit mengurangi panasnya cuaca disekitar kotaku. Selain itu
tentu saja mengharapkan bisa memetik buah durian unggul di halaman rumah
sendiri
*) ditulis oleh Madina Nusrat dalam http://nasional.kompas.com
0 Response to "Sejarah Durian Bhinneka Bawor Banyumas"
Posting Komentar